Rabu, 10 Februari 2010

Wimpi


Mengapa kau abaikan rasa
Hatimu telah membeku
Tak mempedulikan aku
……


Suara Wimpi yang merdu mengalun sendu bersama petikan gitar yang dimainkannya sore itu didepan teman-temannya sesama penghuni LP Batu Nusakambangan. Wimpi yang berasal dari Indonesia Timur menciptakan lagu tersebut persis ketika dia dipindah di Nusakambangan.

“ Ketika saya dipindah disini maituwa (pacar) tidak mempedulikan, jadi tercipta lagu ini. Sedih ya,” ucapnya malu-malu.

Wimpi tidak sendiri para napi lain merasakan hal yang sama, tidak dipedulikan pasangannya ketika harus menjalani hukuman di Nusakambangan beberapa diantaranya harus rela diceraikan pasangannya.

“Aku tak pernah ditengok keluargaku. Bahkan kemarin aku terima surat yang mengabarkan aku sudah diceraikan,” ucap seorang napi kasus pembunuhan yang harus menjalani hukuman 20 tahun.

Karena itu aktifitas di luar sel menjadi saat yang membahagiakan bagi para napi.
“Kami bisa berolah raga, main musik maupun berternak. Suka-suka kita mana yang akan kita pilih untuk mengisi waktu. Karena saat yang paling berat adalah malam hari. Jika siang tak ada kegiatan, malam tak bisa tidur dan itu sangat menyiksa,” tutur Andi seorang narapidana yang bertubuh penuh tato.

Ketika menengok di sel nomer 1 LP Batu, seorang warga negara Nigeria bernama Nick tengah asyik membaca buku.

“Ini kesibukanku, membaca buku dan olah raga. Tak ada kegiatan lainnya. Karena keluargaku tak bisa menengok kesini. Prosedurnya sangat sulit. Berbeda dengan mereka napi pribumi,” keluh Nick terpidana mati kasus narkotika.

Tak sedikit para napi yang hilang akal. Mereka bagai patung dengan pandangan kosong tanpa ada suara meski disapa.

“ Dia membunuh tiga orang, dipenjara, diceraikan dan tidak dipedulikan keluarganya, padahal hukuman mati tengah menanti” ujar seorang napi sambil menunjuk temannya yang membeku didepannya.

Tak ada psikolog atau psikater yang membantu para napi stress ini mereka didiamkan hingga masa hukuman mati dijalankan.

“ Pendampingan psikolog dan psikater baru akan dilakukan mendekati pelaksanaan hukuman mati. Itu memang prosedur kami, Dan sebenarnya aktifitas rohani bisa mereka jalani untuk mengurangi stress” ujar Hari seorang penjaga LP Narkotika.

Di Masjid satu-satunya milik LP Narkotika yang berada ditengah taman LP terlihat hanya lima belas orang yang khusuk mendengarkan khotbah seorang napi yang dianggap ustad di LP tersebut selebihnya memilih berolah raga di lapangan samping Masjid.

“Tak ada paksaan dalam beraktifitas. Jadi itu tergantung mereka,” jelas Hari lagi.

Pukul tiga sore, saat makan bagi para napi. Sebuah gerobak berwarna coklat yang telah kusam didorong dua napi berseragam biru. Ketika ditengok terlihat beberapa lalat hinggap diatas nasi yang ditaruh dalam tempat plastik yang sudah rusak.

Nasi berwarna kusam,Sop daun kol, tumis tempe dan kacang hijau menjadi menu mereka sore itu. Ada ransum yang di tempatkan di tempat berbeda yang lebih bersih dan lebih besar.

“Ini untuk satu sel. Jadi tempatnya berbeda. Lebih besar. Kalau yang kecil sudah ada nasinya untuk satu orang,” terang Rahmad napi yang menjadi juru masak di LP Narkotika.

Rahmad menerangkan ada delapan teman lain yang membantunya memasak tiap hari. Jam mengantar makanan juga telah diatur yakni jam 7 untuk makan pagi, jam 12 untuk makan siang dan jam 3 untuk makan sore.

“Sehari anggaran kami hanya delapan ribu rupiah untuk satu orang. Jadi ya pintar-pintar kita memenuhi gisinya. Meski itu tidak mungkin. Ada jadual makan daging seminggu sekali meski dagingnya seujung kuku hehehe,” ujar Kalapas Narkotika Marwan Adli.

Menu tetap mereka selain tumis tempe adalah ikan asin. Ikan asin mudah dan murah didapat sehingga itu menjadi andalan juru masak LP.

Prosedur memasak ditiap LP diserahkan juru masak masing-masing dengan bahan makanan sama yang telah disediakan pegawai. Lihat saja ketika sore itu di LP Narkotika tempenya ditumis di LP Batu tempenya digoreng.

Makanan Tambahan

Makanan yang dijatah, menu yang minimalis membuat beberapa napi berupaya mendapatkan uang di LP untuk membeli makanan tambahan yang bisa didapat dikoperasi milik masing-masing LP.

Beruntunglah mereka yang berduit karena aturan yang tertulis dan tertempel di beberapa ruangan menyatakan pegawai hanya menerima uang tunai untuk penitipan pembelian barang dikoperasi.

Itulah yang menyebabkan beberapa napi membuat kerajinan batu cincin dan kapal dari kayu yang dijual kepengunjung dengan harga tinggi.

“Kami menitipkan barang kami pada teman yang sudah berada di LP terbuka. Mereka memiliki kesempatan untuk menjual barang kami. Meski dibayar murah oleh mereka. Tetap saja itu berarti karena bisa menambah uang untuk membeli makanan tambahan,” urai Rudi yang yang biasa menjual mobil-mobilan dari kayu seharga lima ribu rupiah.

Ada saatnya para napi ini makan-makanan rumah. Hal itu terjadi jika temannya satu sel mendapat kunjungan dari keluarga. Namun itu belum tentu setahun sekali. Jauhnya lokasi dan besarnya biaya menyebabkan para napi dengan masa hukuman lama ini jarang mendapat kunjungan dari kerabat.

“Saya hampir bebas bulan Maret nanti, dengan masa hukuman lima belas tahun penjara. Namun hanya tiga kali anak saya menengok. Setelah itu saya larang dia datang karena kedatangannya justru membuat saya remuk redam,” ujar Markus penghuni LP Terbuka.

Komunikasi lewat surat menjadi andalan para napi yang berasal dari luar Jawa. Rizal, Napi yang berasal dari Aceh mengaku sudah tiga kali menerima surat dari kerabatnya semenjak dia dipindah ke Nusakambangan setahun lalu.

“Sedih melihat teman lain mendapat kunjungan, uang serta tambahan makanan dari kerabat. Inginnya keluarga datang, tapi itu jelas tidak mungkin. Jadi ya dinikmati saja,” ungkap Rizal.

Memang banyak juga napi yang pasrah dalam menunggu kebebasan atau kematiannya mereka terlihat tanpa beban dengan membentuk kelompok musik dan kelompok lawak disana.

“Saya korban salah tangkap. Sudah separo lebih menjalani hukuman. Tak ada untungnya bersedih , lebih baik bermain musik dan bernyanyi,” ucap Norman lelaki separo baya yang sudah sepuluh tahun berada di Nusakambangan.



*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar